Sunday, May 18, 2003



Tik Tak Tik Tak Tik…
: Mr. C

Ada yg bertanya padaku, kenapa aku selalu bicara tentangmu pada puisiku. Kujawab karena aku sedang ada bersamamu dan barangkali sekarang hidup padamu. Disaat tak ada orang di tanah yang sama yang dapat kuajak bicara pada detik hatiku tumpah meruah, ada seseorang padamu, didadamu menjenguk ia keluar jendelanya dan menyapa : Hai! Katanya. Kita hidup di dunia khayal! Yap! Barangkali ia benar.

Apa mau dikata?

Kasihan kau!, kata seseorang kata ayah kata ibu kata sanak saudaraku kata orang –orang lalu lalang yang bahkan tak berhenti dan memandang mataku dan bertanya: Ada apa disana? Ada sepi, kataku. Ada sepi sesepi tanah yang kuinjak sendirian dibumi. Ada orang-orang yang menertawakan kesepianku juga kesepiannya sendiri. Ya, kasihan kita! Barangkali itu benar.

Apa mau dikata. Bila semu masih menjadi hukum disini. Mutlak. Harus. Segalanya serba setengah. Setengah kenal, setengah kawan, setengah kekasih…Tuhan!

Aku ingin bermain-main saja disini. Menemukan sesuatu kemudian membawanya pulang ke tanahku. Tanahku! Bumi yang sungguh dipijak dan bunga-bunga bermekaran di atasnya. Orang-orang berkasih-kasihan dan beranak pinak. Sungguh ada sesuatu yang bisa kau genggam kau peluk dan kau baui padanya. Hidup. Aku ingin membawanya keluar darimu dan membiarkannya tumbuh disini. Nyata diantara tanah air dan api.

O, ya. Kemarin telah kulemparkan cinta dan amarah dan kemudian yang kudapatkan hanyalah lelah sebab tanah elektronika tak pernah menjanjikan apa-apa bagi penghuninya. Ini adalah cerita kesekian ribu dari kesekian ribu pencatat sebelumnya. Sungguh kenangan akan duka dan ceria bisa kau cetakkan pada kertas lalu kau tempelkan pada langit-langit rumahmu. Baca. Dan renungkanlah sendiri. Olehmu.

Katanya!

(BuRuLi: Lebul, 15.02.03)