Friday, July 23, 2004

Aku dan kawan-kawan
: Catatan Kecil BuRuLi
 
“Kalau kau memberi mereka kesempatan untuk datang dan pergi, menitip diri lalu membiarkan mereka tumbuh dan berkembang menuruti panggilan alam, itu baru kau adalah kawan sejati!”
 
Hah? Jadi bukan berarti kita yang sedari kecil tumbuh bersama dan tidak pernah saling meninggalkan hingga dewasa?
 
“Apa konsepmu tentang seorang kawan yang meninggalkan? Kawan yang tiba-tiba menemukan dunianya  sendiri yang seringkali berbeda dengan yang dulu sama-sama kalian miliki sehingga mereka harus berangkat untuk sungguh-sungguh menemukan jati diri? Berikan kesempatan itu  kalau kau sungguh-sungguh sayang mereka!”
 
Berarti satu-persatu mereka akan menghilang…
Benarkah?
Begitukah?
Haruskah?
 
“Apa sih yang sebenarnya kau sebut dengan menghilang? Ketika mereka tidak ada di depan matamu karena sedang berjuang ? Ketika mereka tidak lagi sempat berbagi kisah? Ketika mereka lupa jalan menuju rumahmu juga tanggal ulangtahunmu. Itukah?”
 
Kenyataannya?
 
“Ha ha! Sederhana saja kalau kau ingin membuktikannya! Katakan kau merindukan mereka, sebut nama mereka satu-satu dan tunggulah reaksi itu! Maka yang pergi sebagian akan kembali, yang menetap bisa jadi  bertambah erat dan… relakanlah yang hilang sebagai kenangan!”
 
Artinya?
 
“Semua ada waktunya, semua ada masanya. …”
 
Mengapa mereka berubah?
 
“Karena mereka bertumbuh. Apakah kau tidak?”
 
… … …
 
(BuRuLi, LeBul: 23. 07. 2004/ 4: 16 am) 

Ayah, dimana layangan akan kita naikkan?
Catatan Kecil BuRuLi untuk Cikal
 
Idealnya, di setiap lingkungan tempat tinggal ada lapangannya. Juga…
Idealnya, di setiap rumah kita ada halamannya. Juga…
Idealnya lagi, setiap orang seharusnya punya rumah…
Tetapi…
 
Jangankan lapangan…
Rumah untuk tinggal saja…
 
Mari kita pergi ke pantai
Tetapi ayah Dian tak punya mobil untuk mengantar Dian ke pantai
Kalau begitu kita pergi ke pantai naik bis
Tetapi ayah Mirna bahkan tak punya uang untuk mengantar Mirna pergi ke pantai naik bis
Lalu akan kita naikkan dimana layangan ini, Ayah?
Kita naikkan di atas loteng!
Tetapi tak setiap rumah ada lotengnya…
 
Bahkan tak setiap orang punya rumah, Ayah!
 
Ada kawan yang tinggal di dekat lapangan. Lapangan yang berpagar dan kawan harus membayar. Uang kawan hanya cukup untuk membayar salah satu, membeli layangan atau membayar karcis masuknya?
 
Kadang-kadang kawan bahkan tak lagi punya pilihan, uangnya hanya cukup untuk makan. Itupun kalau kawan sedang lumayan beruntung.
 
Ayah, dimana layangann ini  akan kita naikkan?
 
Simpan dulu layangan kita, sayang! Bantu ayah mengangkut sampah? Kau masih beruntung, karena sampah kau masih bisa bayar sekolah!
 
(BuRuLi, LeBul 23 Juli 2004/ 11:50 pm)
 
*Selamat hari anak, sayang! 
  
  
  

Thursday, July 22, 2004

Surat Chan Kepada ‘Ia
Sajak Syam Asinar Radjam
 
Dan angin beserta musim semi menempahnya menjadi serupa pedang yang baik
Tinggal lampion yang menunggu kini bergoyang
Mulanya darah serasa berjalan teramat lambat
Membungkus hati dengan bunga dan lembayung
 
Bakarkan lilin, sayang.
Biar jalan kita merah lagi terang
Hanya beberapa hela nafas lagi kita kan sampai!
 
Manggabesar, 21.07.04
 
 
Re:Surat Chan Kepada ‘Ia
-BuRuLi-
 
Aku menunggumu!
Menunggumu di sekitar unggun yang mengabu
Menjaganya demikian rupa hingga ia takkan sempat berhenti menyala
 
Tak hanya lilin, sayang!
Biar kusulutkan semua bintang!
 
Kutitipkan nafas terengah ini ke panduanmu
Tolong tuntun aku!
 
(BuRuLi, LeBul: 22 Juli 2004/ 1:37 am) 
  

Tuesday, July 20, 2004

Selamat Pagi, Trotsky!
 
Dari jauh aku memelukmu. Pagi yang tenang. Sudah kita katakan apa yang harus saling kita mengerti. Terimakasih karena telah menjadi sabar, telinga yang lebar dan dada yang lapang.
 
Sayang selalu,
Mimosa

Wednesday, July 14, 2004

Ada kelelawar tersesat masuk rumahku!

Hei, Drakula?! Teriakku. Padanya yang terbang. Aku sedikit ketakutan. Hii!!

Tapi siapa yang menjadi drakula kali ini? Ha ha! Brad Pitt?

Waktu itu ada kupu-kupu besar masuk ke rumahku. Seorang kawan lama yang baru pulang dari LN datang ke rumahku. Menyenangkan! Kali ini siapa yang akan datang berkunjung?

Atau siapa yang akan pergi... ?

(BuRuLi, LeBul: 14 Juli 2004)
Pada dada! Pada dada dia berada!
: ytc, engkau!

Dug dug dug

Ada apa disitu? Ada yang hidup kataku! Aku menandai sesuatu bernama kehidupan dalam setiap degupan.

Aku menandai sesuatu yang kusebut denyut. Denyut dan detak. Sesuatu yang berirama dan tak memiliki jeda!

Aku memiliki cinta! Kataku.. Pada dada! Pada dada dia berada!

Sesuatu yang hidup, memberi kehidupan, berdegup dan berdetak, berirama pada dada tiada jeda?

Ia menciptakan ketenangan. Ketenangan sekaligus ketakutan.
Ketakutan atas sebuah rasa bernama... kehilangan!

Aku tidak ingin kehilangan! Kataku...

Kau tersenyum. Katamu, "Bersamaku engkau pernah dan sedang dan akan! Maka jangan khawatir, sayang!"

Tapi jangan marah kalau aku jadi rewel begitu...

Kau tahu? Musim semi kemudian musim gugur, bunga yang berkembang kemudian layu, ulat pada pokok-pokok kayu...

Tapi alam punya keteraturannya sendiri! Musim semi setelah musim beku, tunas-tunas bunga yang tumbuh... ulat yang menjelma kupu-kupu?

Aku juga punya cinta! Katamu... Pada dada! Pada dada dia berada! Pada tangis dan tawa, saat ada dan tiada, bersama harapan dan cita-cita?

Aku telah melamarmu. TIdakkah kau percaya?

Dicintai dan mencintai. Aku sedang merasakan keajaiban luar biasa. Kau pernah bepergian dengan perahu? Rasanya sangat mirip seperti itu. Diayun ombak mengalun. Naik dan turun. Sedikit sakit kepala tapi sebuah perjalanan yang menyenangkan.

Aku tidak ingin berhenti! Kataku...

Siapa yang ingin? Katamu. sepertinya sering kudengar kau menarik nafas panjang saat kau berusaha meyakinkan aku.

Coba bayangkan; kita akan melewati masa paling panjang paling menyenangkan maupun tidak menyenangkan bersama.
Menjadi sesuatu yang disebut tua dengan tidak harus sendirian.

Aku tersenyum bila membayangkanmu. Kuharap kau pun punya senyum yang sama saat kau membayangkan kita.

Maukah engkau tak berhenti meyakinkan aku? Rengekku.

Kau tersenyum, seperti belajar memahami aku.

(BuRuLi, LeBul: 14 juli 2004)


DUA SURAT CINTA UNTUK TUHAN
Syam Asinar Radjam & bungarumputliar
-------------------------------------------------------

TUHAN, BUAT AKU RINDU KAMPUNG LAMAN!

Tuhan,…
Buat aku rindu kampung laman,
Berumah rakit hanyut
Berhutan seperti kena kusta

Tidak, kataMu
Masalah kecil jaga sendiri

Tuhan,…
Buat aku rindu kampung laman
Berlampu kedip kurang minyak
Pipa panjang menghisapnya seperti naga
Dikirim entah kemana

Tidak, KataMu
Tak butuh rindu untuk itu

Tuhan,…!
Buat aku rindu kampung laman,
Pekasam-pekasam dari seluang yang mengapung dibajui amoniak

Tidak!!!
Jangan kenapa tidak memesan sarden!

Tuhan buat aku rindu kampung laman,
Ada banyak manis tebu,
Hutan-hutan kopi disekujur bukit
Pemetik teh yang riang tersipu digoda Dempo
Sial, membeli secangkir kopi aku harus mengemis

Tidak!
Makanya usaha. Aku tidak akan mengubahmu kecuali engkau melakukannya.

….. Grrrrrrrrr! Tuhan buatkan aku secangkir rindu. Biar kita seruput bersama!


[Syam Asinar Radjam; LeBul, 11.07.2004]

* * *

Tolong aku, Tuhan! Gawat Darurat!

Sungguh, Tuhan!
Tolong aku…
Apel merah di atas meja
Bulan puasa!

(BuRuLi, LeBul 11 Juli 2004)




Thursday, July 01, 2004

Kutepuk diriku sendiri, kudekap lalu kuciumi!
: Hepi Besde!

Selamat ulang tahun!
Dinihari yang sepi
Waktu yang hampir terlupakan

Sungguh hari yang nyaris terlupakan!

Kutepuk diriku sendiri, memberinya selamat, mendekapnya demikian erat di sudut paling hangat di atas dipan, lalu kucium genggaman tanganku sendiri, sembari berdoa

: Tuhan,
Aku tidak ingin sendirian!
Sungguh tidak ingin sendirian!

Tiba-tiba aku merindukan air, air selain airmataku yang mengalir. Dengan itu kubasuh muka. Segar dan basah. Ingin kuhirup lembabnya sebagai harapan.

Aku telah menangis. Sebenarnya hendak pula berteriak. Tapi kupeluk diriku sendiri. Kutenangkan ia sedemikian rupa.

Di genggam secangkir teh hangat. Kuhirup uapnya yang manis. Kututup mataku. Demikian hari telah berwarna biru. Kenapa harus? Rintihku.

Tiba-tiba aku tersentak. Teringat aku akan sesuatu
Kata Tuhan

: Kau merasa sendirian?
Kau lupa tentang aku?
Kau lupa tentang aku!

(BuRuLi, LeBul: 01.07. 2004)